Rabu, 15 Juni 2022

Menulis Pentigraf Sebuah Pilihan

 


Menulis Pentigraf Sebuah Pilihan

Oleh: Khatijah Heru

Pentigraf atau cerpen tiga paragraf merupakan salah satu genre sastra yang ditemukan oleh Profesor Tengsoe Tjahjono. Akhir-akhir ini banyak orang yang suka menulis dan membaca pentigraf. Hal ini karena genre ini menyajikan kisah singkat yang tertuang dalam tiga paragraf saja sehingga memungkinkan orang membaca cepat selesai dan sekaligus menikmati isi cerita sampai pada endingnya. Itulah salah satu alasan menulis pentigraf menjadi sebuah pilihan.

Meskipun tiga paragraf, Tengsoe Tjahjono dalam bukunya ‘Meneroka Dapur Pentigraf’, menuliskan bahwa pentigraf memiliki tiga kata kunci: cerpen, tiga, dan paragraf. Menurutnya, ukuran cerpen bukan dari pendek panjangnya teks, tetapi terletak pada fokusnya konflik dan tokoh. Sebagai karya fiksi, pentigraf harus memuat unsur lengkap layaknya sebuah cerpen: tema, tokoh, penokohan, setting, alur/konflik, pesan, dan point of view. Letak menariknya sebuah pentigraf adalah adanya twist atau efek kejut yang berada di akhir cerita.

Seperti karya fiksi lainnya, pentigraf mengambil masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, tetapi masalah-masalah itu kemudian dibawa ke dalam dunia imajinasi. Kondisi sosial yang berbeda, unik, atau luar biasa, bisa diangkat menjadi sebuah tema pentigraf. Misalnya saja di masa pandemi corona, banyak masalah yang bisa diangkat menjadi pentigraf. Masyarakat dunia menghadapi masalah-masalah kompleks. Mulai dari masalah kesehatan, ekonomi, dunia kerja, sampai pada kejadian luar biasa saat corona banyak merenggut nyawa. Seperti contoh pentigraf di bawah ini. Pentigraf karya Khatijah ini sudah lolos kurasi langsung oleh penemu pentigraf, Prof. Tengsoe Tjahjono dan sudah diterbitkan dalam antologi pentigraf Kitab Cerpen Tiga Paragraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’ Kampung Pentigraf Indonesia Tahun 2021. 

 

 

 

Tegar

Oleh : Khatijah

            Mala terkejut saat membaca chat dari Nindya. Sahabat yang dikenalnya sejak kecil itu meminta agar dicarikan donor darah. Golongan darah yang diminta sama persis dengan yang dimiliki Mala. Namun, ada syarat lain yang tidak bisa dipenuhi. Harus pernah terinfeksi covid. Sedangkan Mala sendiri belum pernah terkena virus mematikan itu. Mala akan berusaha mencarikannya besok pagi. Sayangnya, Nindya tidak membaca chat balasan dari Mala. Termasuk tidak menjawab pertanyaan Mala buat siapa donor darah itu.

            Bunyi sirene ambulans memecah kesunyian malam. Mala merasa  baru saja bisa memejamkan matanya, tapi bunyi itu membuatnya terjaga. Walaupun beberapa minggu terakhir ini bunyi itu tak asing di telinganya, tetap saja hatinya merasa teriris mendengar sirene meraung-raung. Dalam benaknya bertanya, siapa lagi yang tumbang? “Inikah yang dinamakan pagebluk?” bisiknya dalam hati. Kata kakek neneknya dulu, pagebluk itu sama dengan wabah penyakit menular yang menyebabkan kematian. Mala bergidik ngeri. Dia berdoa agar pandemi ini segera berakhir, tak lagi merenggut banyak nyawa.

            Notifikasi whatshap memaksa Mala untuk membuka ponselnya. Dengan mata berat, dia langsung saja mencari notifikasi buat WA pribadi. Tidak ada. Iseng-iseng dia buka WA grup.  Innalillahiwainnalillahirojiun. Sebuah ucapan terkirim di grup SMA. Mata Mala terbelalak, tubuhnya lemas. Dia tak percaya akan foto yang terpasang di antara ucapan itu. Nindya. Benarkah itu kamu?

Bondowoso, 16 Juli 2021

Dikutip dari Kitab Cerpen Tiga Pargraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’ Kampung Pentigraf Indonesia 2021, halaman 101.

            Konflik yang dibangun dalam pentigraf di atas merupakan konflik yang terjadi dengan diri sendiri, orang lain, dan keadaan. Konflik yang dialami oleh dua tokoh Mala dan Nindya, muncul mulai paragraf pertama. Mala terkejut saat membaca chat dari sahabatnya untuk dicarikan donor darah dari pendonor yang pernah terinveksi covid 19. Tentu saja untuk mendapatkan golongan darah itu tidak mudah karena Mala sendiri belum pernah terinveksi covid 19, meski golongan darah yang dia miliki sama dengan golongan darah yang diminta Nindya. Ini adalah hal yang tidak biasa terjadi pada masa di luar pandemi. Sulitnya mendapatkan pendonor seperti yang disyaratkan oleh Nindya membangun konflik berikutnya hingga puncak konflik terjadi bersamaan dengan twist atau kejutan di akhir cerita. Twist terjadi karena Mala tidak hanya terkejut, tetapi juga sedih dan berduka karena ternyata Nindya sendiri yang membutuhkan donor yang tidak didapat sampai berujung pada ajalnya.

            Twist atau efek kejut sengaja disembunyikan oleh penulis dengan cara mengisahkan bahwa Nindya tidak membalas chat Mala yang isinya pertanyaan siapa yang membutuhkan donor darah. Kondisi luar biasa yang benar-benar terjadi di masyarakat sekitar bulan Juli tahun 2021, menjadi setting nyata, tetapi kemudian dipindahkan ke dalam alam imajinasi dengan hadirnya tokoh Nindya dan Mala serta peristiwa yang dialaminya, yang sebenarnya tokoh-tokoh itu hanya fiktif belaka. Ini yang dinamakan mengangkat peristiwa nyata lalu dipindahkan ke dalam ruang imajinasi.  

Bondowoso, 15 Juni 2022

 

 

 

 

 

8 komentar:

Tembang di Kaki Bukit Part 102

  Foto: Koleksi Pribadi Tembang di Kaki Bukit Part 102                                                                 Oleh: Khatijah ...