Menulis
Pentigraf Sebuah Pilihan
Oleh:
Khatijah Heru
Pentigraf
atau cerpen tiga paragraf merupakan salah satu genre sastra yang ditemukan oleh
Profesor Tengsoe Tjahjono. Akhir-akhir ini banyak orang yang suka menulis dan
membaca pentigraf. Hal ini karena genre ini menyajikan kisah singkat yang
tertuang dalam tiga paragraf saja sehingga memungkinkan orang membaca cepat
selesai dan sekaligus menikmati isi cerita sampai pada endingnya. Itulah salah
satu alasan menulis pentigraf menjadi sebuah pilihan.
Meskipun
tiga paragraf, Tengsoe Tjahjono dalam bukunya ‘Meneroka Dapur Pentigraf’,
menuliskan bahwa pentigraf memiliki tiga kata kunci: cerpen, tiga, dan
paragraf. Menurutnya, ukuran cerpen bukan dari pendek panjangnya teks, tetapi
terletak pada fokusnya konflik dan tokoh. Sebagai karya fiksi, pentigraf harus
memuat unsur lengkap layaknya sebuah cerpen: tema, tokoh, penokohan, setting, alur/konflik,
pesan, dan point of view. Letak menariknya sebuah pentigraf adalah adanya twist
atau efek kejut yang berada di akhir cerita.
Seperti
karya fiksi lainnya, pentigraf mengambil masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, tetapi masalah-masalah itu kemudian dibawa ke dalam dunia
imajinasi. Kondisi sosial yang berbeda, unik, atau luar biasa, bisa diangkat
menjadi sebuah tema pentigraf. Misalnya saja di masa pandemi corona, banyak masalah yang bisa diangkat menjadi pentigraf.
Masyarakat dunia menghadapi masalah-masalah kompleks. Mulai dari masalah
kesehatan, ekonomi, dunia kerja, sampai pada kejadian luar biasa saat corona
banyak merenggut nyawa. Seperti contoh pentigraf di bawah ini. Pentigraf karya
Khatijah ini sudah lolos kurasi langsung oleh penemu pentigraf, Prof. Tengsoe
Tjahjono dan sudah diterbitkan dalam antologi pentigraf Kitab Cerpen Tiga
Paragraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’ Kampung Pentigraf Indonesia Tahun
2021.
Tegar
Oleh
: Khatijah
Mala
terkejut saat membaca chat dari Nindya. Sahabat yang dikenalnya sejak kecil itu
meminta agar dicarikan donor darah. Golongan darah yang diminta sama persis
dengan yang dimiliki Mala. Namun, ada syarat lain yang tidak bisa dipenuhi.
Harus pernah terinfeksi covid. Sedangkan Mala sendiri belum pernah terkena
virus mematikan itu. Mala akan berusaha mencarikannya besok pagi. Sayangnya,
Nindya tidak membaca chat balasan dari Mala. Termasuk tidak menjawab pertanyaan
Mala buat siapa donor darah itu.
Bunyi
sirene ambulans memecah kesunyian malam. Mala merasa baru saja bisa memejamkan matanya, tapi bunyi
itu membuatnya terjaga. Walaupun beberapa minggu terakhir ini bunyi itu tak
asing di telinganya, tetap saja hatinya merasa teriris mendengar sirene
meraung-raung. Dalam benaknya bertanya, siapa lagi yang tumbang? “Inikah yang
dinamakan pagebluk?” bisiknya dalam hati. Kata kakek neneknya dulu, pagebluk
itu sama dengan wabah penyakit menular yang menyebabkan kematian. Mala bergidik
ngeri. Dia berdoa agar pandemi ini segera berakhir, tak lagi merenggut banyak
nyawa.
Notifikasi
whatshap memaksa Mala untuk membuka ponselnya. Dengan mata berat, dia langsung
saja mencari notifikasi buat WA pribadi. Tidak ada. Iseng-iseng dia buka WA
grup. Innalillahiwainnalillahirojiun.
Sebuah ucapan terkirim di grup SMA. Mata Mala terbelalak, tubuhnya lemas. Dia
tak percaya akan foto yang terpasang di antara ucapan itu. Nindya. Benarkah itu
kamu?
Bondowoso, 16 Juli 2021
Dikutip
dari Kitab Cerpen Tiga Pargraf ‘Sekian Jalan Menuju Pasar’ Kampung Pentigraf
Indonesia 2021, halaman 101.
Konflik yang dibangun dalam
pentigraf di atas merupakan konflik yang terjadi dengan diri sendiri, orang lain,
dan keadaan. Konflik yang dialami oleh dua tokoh Mala dan Nindya, muncul mulai
paragraf pertama. Mala terkejut saat membaca chat dari sahabatnya untuk dicarikan donor darah dari pendonor yang
pernah terinveksi covid 19. Tentu saja untuk mendapatkan golongan darah itu
tidak mudah karena Mala sendiri belum pernah terinveksi covid 19, meski
golongan darah yang dia miliki sama dengan golongan darah yang diminta Nindya.
Ini adalah hal yang tidak biasa terjadi pada masa di luar pandemi. Sulitnya
mendapatkan pendonor seperti yang disyaratkan oleh Nindya membangun konflik
berikutnya hingga puncak konflik terjadi bersamaan dengan twist atau kejutan di
akhir cerita. Twist terjadi karena Mala tidak hanya terkejut, tetapi juga sedih
dan berduka karena ternyata Nindya sendiri yang membutuhkan donor yang tidak
didapat sampai berujung pada ajalnya.
Twist atau efek kejut sengaja
disembunyikan oleh penulis dengan cara mengisahkan bahwa Nindya tidak membalas chat Mala yang isinya pertanyaan siapa
yang membutuhkan donor darah. Kondisi luar biasa yang benar-benar terjadi di masyarakat
sekitar bulan Juli tahun 2021, menjadi setting nyata, tetapi kemudian
dipindahkan ke dalam alam imajinasi dengan hadirnya tokoh Nindya dan Mala serta
peristiwa yang dialaminya, yang sebenarnya tokoh-tokoh itu hanya fiktif belaka.
Ini yang dinamakan mengangkat peristiwa nyata lalu dipindahkan ke dalam ruang
imajinasi.
Bondowoso, 15 Juni 2022
Keren bana
BalasHapusTerima kasih, Bapak
HapusTerima kasih banyak, Pak
BalasHapusMantabz bu
BalasHapusTerima kasih apresiasinya, Bu Pengawas
HapusBagus banget bunda, tampulan is very oke
BalasHapusTerima kasih ya Bu, atas apresiasinya
HapusTulisan Bunda cantik selalu renyah👍👍🥰
BalasHapus