Jumat, 17 Juni 2022

SENSASI MENULIS NOVEL

 


                                                        Foto: Koleksi Pribadi

                                                    
                                                       SENSASI MENULIS NOVEL
                                                                Oleh: Khatijah

Menulis genre novel itu ada sensasinya. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya pada artikel yang berjudul ‘Menulis Novel Sebuah Tantangan’, bahwa tulisan ini tidak bermaksud menggurui. Namun, ada keinginan untuk berbagi meskipun hanya sedikit pengalaman. Barangkali yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Semoga pembaca berkenan menerima tulisan ini. Semua yang tertulis di sini merupakan pengalaman pribadi menulis novel, membaca karya pengarang-pengarang hebat, dan ilmu dari para narasumber yang ilmunya menjadi bekal dalam menulis novel.

Kesukaan membaca novel dan karya fiksi lain seperti cerpen dan dongeng berpengaruh besar atas tumbuhnya keinginan untuk memiliki karya novel. Cita-cita ini sudah mengendap dalam memori sejak lama.  Bermula dari membaca novel-novel yang ada di perpustakaan sekolah. Seperti ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk’ dan ‘Merantau ke Deli’ karya HAMKA. Novel ‘Sitti Nurbaya’ karya Marah Rusli, ‘Atheis’ karya Achdiyat Karta Miharja, ‘Salah Asuhan’ karya Abdoel Moeis. Novel-novel karya Ahmad Tohari Trilogi ‘Ronggeng Dukuh Paruk’, ‘Bekisar Merah’ juga pernah saya baca. Novel-novel tersebut memiliki nilai sastra yang luar biasa. Selain itu, saya juga banyak membaca novel-novel remaja dan novel para pengarang saat ini yang saya kagumi. Tere Liye, Andrea Hirata, dan Ahmad Fuadi adalah novelis-novelis produktif yang menjadi idola dan masih banyak pengarang novel lain yang  menginspirasi. ‘Seribu Musim Merinduimu’ dan ‘Seputih Cinta Hawna’ karya Istiqomah juga saya sukai. Masih banyak novel-novel pengarang masa kini yang menjadi khasanah bacaan yang menyenangkan.

Kesukaan membaca ternyata berimplikasi dengan keinginan menulis. Benar kata para pengarang novel terkenal bahwa untuk bisa menulis novel, harus banyak membaca novel. Istiqomah, salah seorang mentor Kelas Novel dari MediaGuru pernah mengatakan bahwa untuk bisa menulis novel minimal pernah membaca sepuluh judul novel.

Di sela-sela kesibukan saya mencoba menulis novel. Keinginan itu saya barengi dengan usaha mendapatkan ilmu tentang menulis novel. Oleh karena itu, beberapa kali saya mengikuti kelas menulis yang diadakan oleh MediaGuru baik secara daring maupun luring. Selain mengikuti kelas menulis, saya juga bergabung di grup-grup menulis online di Face Book. Dari sana banyak tambahan ilmu dan yang penting memotivasi untuk bisa terus mengasah kemampuan menulis. Sikap istikamah harus dibangun oleh diri sendiri.

Ada beberapa novel yang sudah saya tulis dan sudah terbit. Novel pertama saya berjudul “Selendang Merah Jambu” dengan tebal 304 halaman. Novel kedua berjudul “Rinduku di Antara Bunga Ilalang” dengan tebal 282 halaman. Novel ketiga berjudul ‘Sejingga Rembulan’ 284 halaman, dan ‘Anyelir Merah Darah’ 348 halaman. Selain novel, dua kumpulan cerpen juga sudah terbit, ‘Sekeping Rindu’ dan ‘Puspa Indah Telaga Rindu’. Saat ini saya juga dalam proses menyelesaikan novel kelima dan keenam.

Sebuah fenomena yang terjadi di masyarakat merupakan ide yang dapat digali untuk menjadi tema sebuah novel. Fenomena itu kemudian dibawa ke dalam ranah imajinasi.

 Ada tujuan paling mendasar dalam menulis novel. Selain mencurahkan ide dalam jalinan alur, juga untuk menyampaikan kebenaran dan nilai-nilai kepada pembaca. Nilai-nilai itu di antaranya, nilai moral, agama, sosial, dan budaya. Melalui jalinan kisah yang menghibur nilai-nilai itu bisa disampaikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan  seseorang dengan orang di sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sikap  setiap pelaku. Oleh karenanya, tulisan bentuk novel harus detail dalam penggambaran setting, watak tokoh, dan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh.

Unsur-unsur pembangun karya novel yang menjadi dasar pemahaman seorang penulis novel sangat penting untuk dipahami. Unsur-unsur ini akan hadir dengan sendirinya dalam cerita yang ditulis. Namun, seorang penulis novel perlu mengenal unsur pembangun novel, antara lain tema, tokoh, perwatakan tokoh, setting waktu, tempat, dan suasana, serta konflik-konflik yang akan menggerakkan alur cerita. Point of view juga menjadi hal yang perlu dipikirkan sebelum menulis novel.

Ide merupakan unsur paling utama dalam penulisan novel. Ide cerita bisa kita gali dari berbagai sumber. Bisa dari pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung. Pengalaman langsung artinya pengalaman yang benar-benar dialaminya sendiri. Sedangkan pengalaman tidak langsung  merupakan pengalaman orang lain yang bisa kita ketahui dengan melihat, mendengar, dan merasakan. Bisa juga dari pengetahuan hasil kita membaca. Ide dasar ini yang akan kita olah dengan daya imajinasi kita. Artinya kita tidak memindahkan realita atau fakta ke dalam tulisan kita, melainkan kita harus mengolahnya terlebih dahulu.  Menulis novel sama halnya dengan memindahkan realita kehidupan ke dalam bentuk baru dengan daya kreativitas tinggi.

Membaca novel dari pengarang lain sangat bermanfaat. Dari sini kita bisa belajar bagaimana penggunaan bahasa dalam novel. Cara menyusun diskripsi dan menarasikan sesuatu. Bagaimana kita meletakkan dialog-dialog antartokoh, penggunaan tanda baca dan pemilihan kata atau diksi yang bisa menghidupkan suasana. Selain itu, kita bisa  belajar bagaimana cara pengarang menggambaran setting, membangun konflik-konflik, menggambaran tokoh dan watak tokoh.

Mempertahankan mood dalam menulis novel itu, sebuah keharusan. Kalau tidak, kita bisa berhenti di tengah jalan sebelum ceritanya mencapai ending. Caranya, sebelum menulis kita buat kerangka dasarnya terlebih dahulu. Setelah itu, saat mengembangkan kita boleh membangun konflik-konflik kecil yang berada di luar kerangka. Hal ini kita lakukan agar cerita kita menarik, tidak garing, dan tidak  terkesan monoton. Kehadiran tokoh dalam novel berfungsi untuk menggerakkan alur. Jika cerita kita macet, alurnya buntu, kita bisa menghadirkan tokoh baru. Dari sini akan terbangun konflik-konflik baru.

Demikian semoga bermanfaat.  

 

Bondowoso, 18 Juni 2022

 

 

6 komentar:

Tembang di Kaki Bukit Part 102

  Foto: Koleksi Pribadi Tembang di Kaki Bukit Part 102                                                                 Oleh: Khatijah ...