Pengalaman
Unik
Oleh
: Khatijah Heru
Menenulis
sudah menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Di mana dan kapan pun berada,
jika badan terasa sehat berusaha untuk tetap menulis. Jenis tulisan apa
saja tidak dipusingkan. Kalau waktu
longgar dan lagi mood melanjutkan draft novel. Namun, jika lagi sibuk atau sedang
berada di perjalanan lebih suka menulis cerpen mini, pentigraf, atau puisi. Hal
ini saya lakukan bukan karena mengikuti tantangan menulis di salah satu blog
saja, tapi lebih dari itu, ada keinginan untuk membentuk habit menulis dalam diri
dan yang lebih penting berusaha mengasah kemampuan.
Menulis
di perjalanan juga sering saya lakukan. Meski banyak typo. Ini semacam dikejar
deadline. Pokoknya sebelum pukul 23.59 harus sudah menghasilkan satu tulisan. Tentu
saja, tidak selancar menulis di rumah dengan menggunakan laptop. Menulis dengan
media ponsel harus sabar. Berkali-kali salah dan berkali-kali memperbaiki.
Ada
pengalaman unik yang pernah saya alami ketika menulis di perjalanan. Seperti
pengalaman tanggal 25 Desember 2021 kemarin. Sejak dini hari, kami harus sudah
keluar rumah karena mengantarkan anggota keluarga ke bandara. Kantuk dan lelah
membuat enggan untuk berpikir demi menghasilkan tulisan. Belum lagi harus menuruti si kecil jalan-jalan ke Cimory
sepulang dari bandara. Pulangnya pun sampai malam lagi. Selesai salat Isya di
sebuah masjid, saya baru teringat bahwa hari itu belum menulis. Walaupun badan
capai dan mengantuk, kupaksakan mulai menulis beberpa kalimat menggunakan aplikasi
WA. Beruntung, saya sudah ada ide sejak makan pagi di salah satu rumah makan.
Tinggalah mengolah kalimat agar menjadi sebuah cerpen tiga paragraf (pentigraf)
dengan genre horor. Tentu saja tokoh dan
peristiwanya hanyalah hasil imajinasi saja. Ketika paragraf awal sudah selesai,
saya tidak ingat apa-apa. Lelap tidak bisa dihindari.
Saya
terkejut mendengar suara suami yang lagi memegang stir . Dia mengeluh karena
jalanan gelap, padahal menanjak dan berliku-liku. Saya baru sadar bahwa tulisan
saya belum selesai. Namun, HP yang tadi saya gunakan, tidak lagi ada di
tanganku. Kupastikan tidurku sangat pulas sehingga tidak tahu kalau HP
terlepas. Saya mencari-carinya dan ketemu di bawah jok. Setelah saya ambil, lansung
saya buka dengan tujuan ingin melanjutkan menulis. Namun, betapa hati saya
terkejut karena ada sebuah kalimat yang menyimpang dari ide dalam paragraph itu
dan saya pun tidak merasa menulis kalimat tersbut. Kalimat itu belum tersimpan
seperti satu paragraph di atasnya. Sama denga tulisan di WA, tapi belum terkirim.
Tulisan itu dimulai dengan tiga bintang. Seperti di bawah ini.
***
Saya kan ada di sekolah.
Membaca
tulisan itu, tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Saya menghubungkan dengan cerita
yang belum selesai saya tulis karena mengambil tokoh mantan murid.Seketika itu
kuhapus kalimat aneh itu. Aku beristigfar. Mohon ampun kalau aku salah dalam
berimajinasi. Saya semakin merinding kala melihat ke arah kanan kiri jalan
hutan. Meski baru pukul dua puluh satu, keadaan tempat itu sangat sepi.
Bersyukur belum sampai di rumah, tulisan itu sudah selesai dan saya posting di
blog dan grup WA kesayangan.
Berikut
ini pentigraf yang kutulis saat perjalanan pulang dari Jogya waktu itu.
Menemui
Kembali
Oleh
: Khatijah
Senja
telah pergi beberapa waktu yang lalu. Rembulan pun berbenah untuk berbagi keindahan
sinarnya di bumi. Namun, mendung tak mau kalah bertengger di langit sehingga
menutup keberadaan sang rembulan. Hanya sesekali saja sang dewi malam
menampakkan diri. Suasana redup pun membersamai sisa perjalanan yang masih
lumayan lama, kira-kira tiga jam lagi. Tubuh mulai capai. Mata mengantuk dan Perut minta diisi. Pak Yan sang sopir segera tanggap.
Dia menghentikan mobil di sebuah rumah makan besar
yang beberapa tahun lalu pernah kusinggahi. Pilihan Pak Yan sangat tepat.
Selain menunya enak, tempatnya pun bersih. Tidak hanya itu, kami bisa sekaligus
melaksanakan salat di musala yang berada di posisi belakang.
Seperti biasa, sebelum makanan tersaji di atas
meja, aku selalu mencuci tangan di westafel yang letaknya berada di bagian
samping rumah makan itu. Aku kaget saat
seorang cewek berpakaian hitam putih mendekatiku. Dia tersenyum dan menyapaku
dengan ramah. Beberapa menit kami pun berbincang. Ternyata dia bernama Lia
mantan muridku. Beberapa menit kemudian, aku kembali ke meja tempat yang
kupilih. Aku sempat berpikir. Bukankah Lia bertugas praktik lapangan sudah lima
tahun yang lalu saat aku mampir makan di rumah makan ini. Akhirnya, aku
menyimpulkan bahwa dia tidak lagi praktik, tapi sudah resmi sebagai karyawan di
sini.
Sepiring
nasi goreng dan segelas teh manis di hadapanku sudah kusantap habis. Demikian juga yang dilakukan Pak yan. Waktunya aku akan
membayar di kasir. Namun, pikiranku masih belum beranjak pada si Lia yang tidak
muncul lagi sejak menemuiku tadi. Alangkah kagetku ternyata yang duduk di meja
kasir juga mantan muridku si Rindi. Namun, dia tak lagi berpakaian hitam putih
seperti Lia. Untuk mengurai rasa penasaranku, kutanyakan keberadaan Lia kepada
Rindi. Aku hampir pingsan mendengar keterangan Rindi bahwa Lia sudah hampir
lima tahun pergi karena kematian
misterius saat kerja praktik lapangan.
Arak-Arak, 25 Desember 2021
Bondowoso, 14 Juni 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar