Selasa, 14 Juni 2022

Pengalaman Unik


 

Pengalaman Unik

Oleh : Khatijah Heru

Menenulis sudah menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Di mana dan kapan pun berada, jika badan  terasa sehat  berusaha untuk tetap menulis. Jenis tulisan apa saja tidak dipusingkan.  Kalau waktu longgar dan lagi mood melanjutkan draft novel. Namun, jika lagi sibuk atau sedang berada di perjalanan lebih suka menulis cerpen mini, pentigraf, atau puisi. Hal ini saya lakukan bukan karena mengikuti tantangan menulis di salah satu blog saja, tapi lebih dari itu, ada keinginan untuk membentuk habit menulis dalam diri dan yang lebih penting berusaha mengasah kemampuan.

Menulis di perjalanan juga sering saya lakukan. Meski banyak typo. Ini semacam dikejar deadline. Pokoknya sebelum pukul 23.59 harus sudah menghasilkan satu tulisan. Tentu saja, tidak selancar menulis di rumah dengan menggunakan laptop. Menulis dengan media ponsel harus sabar. Berkali-kali salah dan berkali-kali memperbaiki.

Ada pengalaman unik yang pernah saya alami ketika menulis di perjalanan. Seperti pengalaman tanggal 25 Desember 2021 kemarin. Sejak dini hari, kami harus sudah keluar rumah karena mengantarkan anggota keluarga ke bandara. Kantuk dan lelah membuat enggan untuk berpikir demi menghasilkan tulisan. Belum lagi harus  menuruti si kecil jalan-jalan ke Cimory sepulang dari bandara. Pulangnya pun sampai malam lagi. Selesai salat Isya di sebuah masjid, saya baru teringat bahwa hari itu belum menulis. Walaupun badan capai dan mengantuk, kupaksakan mulai menulis beberpa kalimat menggunakan aplikasi WA. Beruntung, saya sudah ada ide sejak makan pagi di salah satu rumah makan. Tinggalah mengolah kalimat agar menjadi sebuah cerpen tiga paragraf (pentigraf) dengan genre horor. Tentu saja tokoh  dan peristiwanya hanyalah hasil imajinasi saja. Ketika paragraf awal sudah selesai, saya tidak ingat apa-apa. Lelap tidak bisa dihindari.

Saya terkejut mendengar suara suami yang lagi memegang stir . Dia mengeluh karena jalanan gelap, padahal menanjak dan berliku-liku. Saya baru sadar bahwa tulisan saya belum selesai. Namun, HP yang tadi saya gunakan, tidak lagi ada di tanganku. Kupastikan tidurku sangat pulas sehingga tidak tahu kalau HP terlepas. Saya mencari-carinya dan ketemu di bawah jok. Setelah saya ambil, lansung saya buka dengan tujuan ingin melanjutkan menulis. Namun, betapa hati saya terkejut karena ada sebuah kalimat yang menyimpang dari ide dalam paragraph itu dan saya pun tidak merasa menulis kalimat tersbut. Kalimat itu belum tersimpan seperti satu paragraph di atasnya. Sama denga tulisan di WA, tapi belum terkirim. Tulisan itu dimulai dengan tiga bintang. Seperti di bawah ini.

*** Saya kan ada di sekolah.

Membaca tulisan itu, tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Saya menghubungkan dengan cerita yang belum selesai saya tulis karena mengambil tokoh mantan murid.Seketika itu kuhapus kalimat aneh itu. Aku beristigfar. Mohon ampun kalau aku salah dalam berimajinasi. Saya semakin merinding kala melihat ke arah kanan kiri jalan hutan. Meski baru pukul dua puluh satu, keadaan tempat itu sangat sepi. Bersyukur belum sampai di rumah, tulisan itu sudah selesai dan saya posting di blog  dan grup WA kesayangan.

Berikut ini pentigraf yang kutulis saat perjalanan pulang dari Jogya waktu itu.

Menemui Kembali

Oleh : Khatijah

 

Senja telah pergi beberapa waktu yang lalu. Rembulan pun berbenah untuk berbagi keindahan sinarnya di bumi. Namun, mendung tak mau kalah bertengger di langit sehingga menutup keberadaan sang rembulan. Hanya sesekali saja sang dewi malam menampakkan diri. Suasana redup pun membersamai sisa perjalanan yang masih lumayan lama, kira-kira tiga jam lagi. Tubuh mulai capai.  Mata mengantuk dan Perut  minta diisi. Pak Yan sang sopir segera tanggap. Dia menghentikan mobil di sebuah rumah  makan  besar yang beberapa tahun lalu pernah kusinggahi. Pilihan Pak Yan sangat tepat. Selain menunya enak, tempatnya pun bersih. Tidak hanya itu, kami bisa sekaligus melaksanakan salat di musala yang berada di posisi belakang.

 Seperti biasa, sebelum makanan tersaji di atas meja, aku selalu mencuci tangan di westafel yang letaknya berada di bagian samping rumah makan itu.  Aku kaget saat seorang cewek berpakaian hitam putih mendekatiku. Dia tersenyum dan menyapaku dengan ramah. Beberapa menit kami pun berbincang. Ternyata dia bernama Lia mantan muridku. Beberapa menit kemudian, aku kembali ke meja tempat yang kupilih. Aku sempat berpikir. Bukankah Lia bertugas praktik lapangan sudah lima tahun yang lalu saat aku mampir makan di rumah makan ini. Akhirnya, aku menyimpulkan bahwa dia tidak lagi praktik, tapi sudah resmi sebagai karyawan di sini.

Sepiring nasi goreng dan segelas teh manis di hadapanku sudah kusantap  habis. Demikian juga  yang dilakukan Pak yan. Waktunya aku akan membayar di kasir. Namun, pikiranku masih belum beranjak pada si Lia yang tidak muncul lagi sejak menemuiku tadi. Alangkah kagetku ternyata yang duduk di meja kasir juga mantan muridku si Rindi. Namun, dia tak lagi berpakaian hitam putih seperti Lia. Untuk mengurai rasa penasaranku, kutanyakan keberadaan Lia kepada Rindi. Aku hampir pingsan mendengar keterangan Rindi bahwa Lia sudah hampir lima tahun pergi  karena kematian misterius saat kerja praktik lapangan.

Arak-Arak, 25 Desember 2021

 

Bondowoso, 14 Juni 2022

 

 

 

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tembang di Kaki Bukit Part 102

  Foto: Koleksi Pribadi Tembang di Kaki Bukit Part 102                                                                 Oleh: Khatijah ...