Foto: Koleksi Pribadi
Tembang di Kaki
Bukit
Part 102
Oleh: Khatijah
Aku
menarik napas panjang sebelum memutar kunci pintu. Merapal doa agar mendapat
perlindungan dari-Nya. Jika memang orang yang berada di luar sana akan berbuat
jahat, aku berdoa semoga tidak berpengaruh buruk pada kesehatan ibuku yang
sudah membaik. Aku mengerahkan seluruh keberanian. Perlahan pintu kubuka. Tanpa
permisi, dua wanita yang sudah berada di depan mata itu, langsung menghambur ke
dalam rumah. Rupanya dia tidak fokus saat melangkahkan kakinya masuk. Emosi dan
napsu sudah memuncak di ubun-ubunnya. Utamanya yang terjadi pada diri Bu Kades.
Itu bisa kusaksikan langsung dengan indra penglihatanku. Matanya yang merah dan
napasnya ngos-ngosan. Entahlah, apa yang menyebabkan seperti itu. Mungkin saja
dia mendengar bahwa aku dan ibuku berada di rumah ini.
Sofa
warna biru tua yang sudah tidak baru lagi di ruang tamu, menjadi tempat untuk
menghempaskan tubuh wanita yang tampak penuh amarah itu. Sedangkan sisa di
sebelahnya diduduki oleh sang menantu yang roman wajahnya nyaris sama. Baru
setelah beberapa saat duduk di sofa, mata Bu Kades terbelalak melihatku.
Pandangannya menguliti seluruh tubuhku. Tak ubahnya sang menantu yang
menyandarkan tubuhnya dengan napas naik turun. Tak henti tangan kanannya
mengelus perutnya, matanya memandangku dengan pandangan tidak suka.
“Owh,
jadi bener kamu ada di sini?” Kalimat tanya yang sebenarnya tak perlu jawaban
itu, terdengar sinis.
Nada
ucapannya merobek gendang telingaku. Namun, aku tidak merunduk seperti yang
kulakukan di waktu-waktu yang lalu saat berhadapan dengannya. Kutegakkan
tubuhku dan kuangkat daguku. Kubalas dia dengan pandangan yang tidak kalah
tajam. Mulutku tetap bungkam. Sengaja menunggu kalimat lanjutan darinya.
“Kamu,
ini gak punya malu ya. Enak-enakan menikmati rumah ini. Apakah kamu tidak sadar
kalau Abimanyu sudah menikah dan sebentar lagi anaknya akan lahir. Lihat, ini
istri Abimanyu yang akan menjadi ibu dari cucu tersayangku!”
“Ibu
tahu dari mana kalau saya berada di rumah ini?” tanyaku sengaja mengorek orang
yang telah mengusik ketenanganku dan ibuku.
Dia
tidak menjawab. Pandangan matanya semakin keruh. Congkak dan sombong
terekspresi dari kedua bola matanya.
“Itu
tidak penting. Yang jelas orang yang memberi tahu itu sangat prihatin melihat
tingkahmu. Kamu kan punya kamar kos. Kenapa tidak menempat di sana saja. Lagi
pula rumah ini bukan untuk menampung orang-orang tak berguna. Rumah ini nanti
akan jadi tempat Thalia setelah bayinya lahir.”
Bicara Bu Kades tiba-tiba menghunjam pedih.
Kalau dia beralasan akan ditempati sendiri, mungkin hatiku tak sepedih ini.
Namun, dia memperjuangkan Thalia. Wanita yag telah menghancurluluhkan hidupku.
Melihatnya saja aku nyaris tidak sanggup, tapi kali ini dia yang akan merebut
tempat ibuku yang berhak sepenuhnya akan rumah ini. Hatiku bergolak. Apakah dia
belum paham bahwa rumah ini bukan rumah ayah dan bukan pula rumah dia.
“Sekarang
juga silakan keluar dari rumah ini. Bawa barang-barangmu, cepat!” hardiknya
membuat aku berjingkat.
“Aku
tidak mau. Ini rumah bukan rumah siapa-siapa. Bukan rumah ayah juga bukan rumah
Bu Kades. Mana bisa Bu Kades mengusir aku? Mungkin Ibu perlu tahu bahwa yang
berhak atas rumah ini hanya ibuku. Ibukulah pewaris tunggal rumah ini.” Aku
terpaksa berbicara berapi-api.
Spontan
Bu Kades berdiri. Tangannya menggenggam. Giginya gemelutuk. Keringatnya
mengalir di dahinya. Kalau aku tidak segera mundur beberapa langkah, mungkin
kepalan tangannya sudah mendarat di wajahku.
“Bu
Kades, mohon maaf! Bukan berarti saya lancang, tapi saya akan berbicara yang
sesungguhnya bahwa rumah dan pekarangan ini milik Jeng Suni Adiningrum, ibu
yang telah melahirkan Mbak Seruni. Jadi menurut saya, Mbak Seruni sangat berhak
menempat di rumah ini. Apalagi Jeng Suni belum sembuh total. Biarkan mereka di
sini! Kalau Mbak Thalia mau menempat juga di sini, ya gak apa-apa. Di belakang
masih tersisa satu kamar.” Suara Yu Suni tiba-tiba membuatku terkejut.
“Maksud
Bu Marni itu bagaimana? Sejak dulu rumah ini milik suami saya. Bukan milik
orang lain.”
Bondowoso,
30 Juni 2022